Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 10 Agustus 2012

Taqwa kepada Allah


“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Q.S. Ali Imran: 102)

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyir: 18)

Dari dua ayat tersebut di atas, jelaslah bahwa taqwa adalah sebaik-baik bekal di akhirat. Orang yang berjalan menuju Allah SWT, sangat perlu memiliki ketaqwaan dalam dirinya. Tanpa ketaqwaan itu, ia akan mendapatkan kesulitan dalam perjalanannya menuju kepada Allah SWT. Ia akan lebih mudah binasa daripada selamat dalam perlindungan Allah SWT. Karena itu, Allah SWT telah mengingatkan kepada seluruh hamba-Nya agar membekali diri dengan iman dan taqwa kepada-Nya karena keimanan dan ketaqwaan itu merupakan satu-satunya jaminan keselamatan dalam perjalanan menuju ke akhirat.

Menurut pendapat para Salik (orang yang berjalan menuju Allah), taqwa bukan saja diperlukan sebagai bekal akhirat, bahkan taqwa mesti disimpan di dalam hati agar mudah bagi mereka untuk mengumpulkan sifat-sifat baik dalam dirinya dan menolak sifat-sifat buruk yang menggoda mereka. Taqwa ibarat sebuah penyaring yang dapat menepis semua tingkah laku si Salik (orang yang berjalan menuju Allah). Dengan taqwa mereka dapat menghimpun semua perbuatan baik-baik yang mendatangkan manfaat bagi diri mereka. Intinya, semua perbuatan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya dapat diselipkan dalam kantung mereka. Selain itu, ia dapat menjauhkan diri dari segala macam perbuatan yang mendatangkan bahaya pada agamanya.

Karena itu, mereka menjauhkan diri dari perbincangan-perbincangan yang tidak perlu (omong kosong), atau menyantap makanan atau minuman yang tidak perlu, atau mengharapkan atau mencita-citakan harta dan pangkat yang tidak perlu, atau melakukan perkara yang mubah (diperbolehkan), meskipun dalam syariat dianggap zahir. Perbuatan-perbuatan itu dapat menjauhkan mereka dari dosa.

Perbuatan-perbuatan yang sia-sia itu dipandang momok oleh para Salik (orang yang berjalan menuju Allah) dan ahli Sufi karena mereka khawatir semua itu akan memalingkan mereka dari penyerahan diri kepada Allah, atau dapat menarik minat mereka dari ingatan selain Allah. Bukankah yang demikian itu akan menjauhkan mereka dari kedekatannya dengan Tuhan Penciptanya Yang Maha Mengetahui segala yang tampak maupun yang tersembunyi darinya ? Perbuatan-perbuatan itu benar-benar akan merugikan para Salik (orang yang berjalan menuju Allah) yang sedang melakukan perjalanan menuju Allah SWT dan mempertipis kemungkinan untuk mencapai ma’rifah Tuhan yang mesti dicari dan dikenali-Nya.

Bagaimana mungkin mencapai hakikat taqwa apabila hati masih belum beranjak dari Zahrah al-Hayah ad-Dunya ( keindahan hidup dunia). Hati demikian masih tertumpu pada hasrat untuk menumpuk harta dunia sebanyak mungkin dan mengecap kenikmatannya. Dalam pikiran orang-orang yang terjerat Zahrah al-Hayah ad-Dunya, pangkat dan sanjungan dari manusia merupakan suatu kenikmatan yang harus dicari. Mereka yang hidupnya dipenuhi hasrat untuk mengejar kenikmatan dunia ini niscaya akan berpaling dari penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Ingatannya kepada dunia akan melemahkan derajat kepatuhannya sebagai hamba Allah.

Karena itu, Allah SWT telah mewasiatkan para hamba-Nya yang terdahulu dan yang kemudian dengan sebuah firman penting di dalam Alqur'an :

“Dan Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang telah diberikan Kitab sebelum kamu dan kepada kamu yang hidup sesudahnya untuk bertaqwa (patuh) kepada Allah.” (an-Nisaa’: 131)

Apabila di sana terdapat sesuatu yang lebih utama daripada taqwa, niscaya Allah SWT telah mengingatkannya kepada hamba-Nya. Namun, yang diingatkan oleh Allah sendiri adalah taqwa yang memberikan banyak manfaat dan pahala yang besar. Allah menginginkan mereka mendapatkan manfaat dan pahala itu. Karena itu, kemudian diwasiatkan-Nya taqwa kepada hamba-Nya yang terdahulu dan yang hidup kemudian.

sumber : 
http://my.opera.com/thariqatulhaqq2010/blog/2010/11/08/b-tentang-taqwa-kepada-allah

0 komentar

Posting Komentar